TANGERANGPEDIA – Putusan MK tentang UU PPLH menegaskan perlindungan hukum bagi semua pihak yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup. Putusan Nomor 119/PUU-XXIII/2025 ini dibacakan dalam sidang pleno di Mahkamah Konstitusi, Kamis (28/8/2025), setelah diajukan oleh dua mahasiswa hukum, Leonardo Petersen Agustinus Turnip dan Jovan Gregorius Naibaho.
Dilansir dari mkri.id dalam amar putusannya, MK menyatakan Penjelasan Pasal 66 UU PPLH bertentangan dengan UUD 1945. Sepanjang tidak dimaknai, untuk melindungi setiap orang yang terlibat dalam upaya hukum terkait pencemaran maupun perusakan lingkungan.
“Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi setiap orang, termasuk korban, pelapor, saksi, ahli, dan aktivis lingkungan,” ujar Hakim Konstitusi Arsul Sani saat membacakan pertimbangan.
Melalui Putusan MK tentang UU PPLH ini, perlindungan tidak hanya berlaku bagi korban atau pelapor. Tetapi juga bagi masyarakat, saksi, ahli, hingga organisasi yang konsisten membela hak lingkungan. Mahkamah menekankan, jika cakupan makna “setiap orang” dipersempit, maka tujuan perlindungan lingkungan akan sulit tercapai.
“Pemaknaan tersebut mencakup setiap orang yang terlibat dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan/atau memperjuangkan pemulihan lingkungan hidup yang tercemar.” tambahnya
Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, jelas Mahkamah, merupakan hak asasi manusia yang dijamin Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Karena itu, masyarakat berhak memperoleh akses informasi, pendidikan, partisipasi, hingga keadilan dalam persoalan lingkungan. Putusan ini menjadi sinyal penting bahwa laporan, riset, atau advokasi lingkungan tidak boleh mudah dikriminalisasi dengan gugatan perdata maupun pidana.
Implikasinya, Putusan MK tentang UU PPLH memberi landasan kuat bagi aparat hukum untuk menolak praktik SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation). Aktivis, jurnalis, dan akademisi kini bisa lebih percaya diri menyuarakan kasus pencemaran atau perusakan lingkungan. Di sisi lain, perusahaan dan pihak yang berpotensi melakukan pencemaran didorong agar lebih transparan serta berhati-hati dalam mengambil langkah hukum.
Langkah selanjutnya yang dinanti publik adalah aturan teknis dari aparat penegak hukum agar putusan MK benar-benar berjalan di lapangan. Dengan begitu, perlindungan ini tidak hanya sebatas teks undang-undang, melainkan hadir nyata bagi semua orang yang peduli pada kelestarian lingkungan.
(Red)