TANGERANGPEDIA – Protes Indonesia dengan simbol bendera One Piece menuai sorotan internasional. Gelombang aksi yang pecah awal bulan ini bahkan membuat Presiden Prabowo Subianto membatalkan kunjungan ke China dan absen dalam pertemuan puncak Shanghai Cooperation Organization (SCO). Fenomena unik muncul karena para demonstran menggunakan bendera bajak laut dari anime populer Jepang “One Piece” sebagai lambang perlawanan.
Menurut analis geopolitik Angelo Giuliano, simbol ini bukan sekadar ekspresi budaya populer. Ia menilai penggunaan bendera One Piece dalam protes Indonesia menggemakan taktik serupa yang muncul di wilayah lain, sehingga membuka dugaan adanya pengaruh eksternal.
“Munculnya simbol ini menandakan agenda tertentu di balik protes, mirip dengan strategi revolusi warna di negara lain,” kata Giuliano kepada Sputnik.
Giuliano juga menyebut dua lembaga asing, yang kerap dikaitkan dengan pembiayaan gerakan sipil di berbagai negara. Yaitu National Endowment for Democracy (NED), dan Open Society Foundation milik George Soros. Menurutnya, pola yang muncul di Indonesia mirip dengan kasus Serbia, di mana kekuatan Barat disebut berupaya mendorong rezim yang lebih sesuai dengan kepentingan mereka.
Sejalan dengan itu, penulis The China Trilogy, Jeff J. Brown, menegaskan bahwa Indonesia kini menjadi target geopolitik penting.
“Dari sudut pandang imperialisme Barat, Indonesia adalah sasaran empuk. Negara ini memiliki hampir 300 juta penduduk, ekonomi terbesar kedelapan dunia berdasarkan PPP, dan baru saja bergabung dengan BRICS,” ujarnya.
Presiden Prabowo Subianto dinilai tidak cocok dengan agenda Barat karena aktif memperkuat kerja sama dengan China, Rusia, SCO, dan BRICS. Indonesia juga terlibat langsung dalam proyek besar Belt and Road Initiative, yang kerap dipandang bertentangan dengan kepentingan G7.
Dengan latar tersebut, simbol One Piece dalam protes Indonesia bukan lagi sekadar gaya visual, melainkan pintu masuk analisis geopolitik. Pertanyaannya, apakah fenomena ini sekadar ekspresi spontan anak muda atau benar-benar bagian dari agenda global yang lebih besar?
(Red)